Monday 18 April 2011

toleransi, yes. Pluralisme??


Akhir- akhir ini sedang ‘heboh-heboh’ nya dunia perfilman Indonesia dengan film Tanda Tanya “?”, film ini membuat banyak masyarakat juga ikut bartanya-tanya tentang toleransi, pluralisme, yang erat kaitan nya dengan agama.

Film ini menggambarkan tentang kehidupan tentang tiga agama. Yaitu, Islam, Kristen, dan Tiong hoa. Ceritanya peristiwa-peristiwa aktual dalam lima sampai sepuluh tahun terakhir (pemboman gereja, penghakiman/perusakan milik orang lain yang dianggap melanggar kaidah, keresahan/kerusuhan antaretnis dll) dan mencampurkannya dengan ‘fiksi’ permasalahan pribadi tokoh-tokohnya. Seperti, Tan Kat Sun pemeluk Konghucu dan pemilik restoran masakan Cina yang sudah tua dan sakit-sakitan sangat sadar lingkungan. Cara masak dan peralatan masak dipisah secara tajam antara yang halal dan haram. Ia bermasalah dengan anaknya, Ping Hen alias Hendra yang memiliki visi tersendiri dalam bisnis.Soleh, Islam dan pengangguran yang rajin beribadah, selalu gundah akan keadaan dirinya, sementara istrinya, Menuk yang berjilbab bekerja di restoran Tan Kat Sun. Menuk yang praktis menjadi tiang keluarga, tampil sebagai istri teladan.Rika, janda berputra tunggal, meneruskan usaha keluarga: toko buku. Atas pilihannya sendiri, ia belajar agama Katolik dan ingin dibaptis, sementara putra tunggalnya tetap didorong memperdalam agama Islam di mesjid setempat. Ia juga bersahabat dengan Surya, yang bercita-cita menjadi aktor hebat tapi bernasib masih mendapat kesempatan peran-peran kecil. Saking tidak punya uang, ia menginap di mesjid.

Awal cerita pun dimulai dengan kata-kata yang cukup retoritis, “Manusia tidak hidup sendirian di dunia ini. Tapi dijalan setapak masing-masing, semua jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju kearah yang sama, mencari satu hal yang sama, dengan satu tujuan yang sama yaitu TUHAN.

Ya, banyak sekali paham-paham pluralism dalam film ini. Sedangakan Islam sendiri tidak mengajarkan paham ini, paham dimana menyamaratakan semua agama. Islam mengajarkan keindahan dalam bertoleransi, seperti yang dicontohkan nabi Muhammad, pada waktu nabi di madinah Masyarakat Madinah yang dipimpin Nabi Muhammad saw adalah masyarakat majemuk, yang dipersatukan oleh adanya ikatan yang terkenal, “Piagam Madinah-al-mitsaq al-madinah”. Di situ dijelaskan dasar-dasar masyarakat partisipatif, dengan ciri utama kewajiban pertahanan bersama dan kebebasan beragama, yang antara lain kaitannya dengan pembinaan masyarakat Yahudi, Nasrani dan yang lainnya, dalam kesatuan wilayah yang merdeka. Rasullulah menjamin kehidupan kaum yahudi dan nasrani di madinah, Tidak ada perbedaan antara Muslim, Yahudi atau Nasrani atau yang lainnya dalam memelihara ketertiban sosial di negeri Madinah. Tapi rasullah juga sangat tegas dalam akidah, karena lakum dinukum waliyadin. Untuk urusan akidah tak ada kata toleransi. Kita, umat islam hanya mengesakan satu tuhan, yaitu Allah SWT. Islam tak mengenal pluralism, karena pluralism sendiri adalah paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama. Padahal kita tak sama dengan agama lain, toh tuhan kita berbeda. Lalu dalam film ini sungguh banyak adegan-adegan mendeskriditkan umat muslim, dengan adanya pemboman, keluarnya seseorang dari agama islam, penganiayayaan seorang muslim terhadap non-muslim, padahal islam tak mengajarkan ini, mungkin mas hanung hanya mengangkat cerita tentang suatu oknum, bukan sebuah agama. Film ini diakhiri dengan sebuah pertanyaan, “apa itu islam?” Islam agama rahmatan lil alamin. Kita sebagai muslim, seharusnya mengkaji agama kita sendiri dulu, baru berpendapat. Saya rasa mas hanung sendiri belum benar-benar mengkaji islam secara utuh. Banyak dari kita sendiri yang merasa tidak perlu belajar agama, jadi bagaimana mau menyuguhkan suatu film yang berbobot tentang keindahan islam kalau kita saja malas untuk mengkaji agama kita sendiri. Ujung-ujung nya hanya film kosong melompong tanpa ada esensi yang tepat untuk disampaikan. Salah-salah malah menjerumuskan seseorang.

(tulisan ini butuh kritikan....)